--= Sekedar Coretan =--
"Katempo Ayana, Kadenge Sorana jeung Karasa Mangfaatna"

Minggu, 11 Oktober 2015

Kiyai Wahab dan Nasionalisme

Kiyai Wahab (Abdul Wahab Chasbullah) merupakan nasionalis sejati, tidak salah apabila beliau dianugerahi gelar pahlawan nasional. Jasa-jasa beliau baik di zaman penjajahan Belanda, Dai Nippon, maupun pada masa revolusi fisik, jelas2 tak terbantahkan. Apalagi di era pemerintahan Presiden Soekarno (Bung Karno) yang cenderung di infiltrasi golongan kiri (Komunis/PKI), Mbah Wahab senantiasa menjaga keseimbangan politik (dengan segala resiko) agar pancasila tetap utuh sebagai Dasar Negara, dan tidak tergantikan oleh idiologi komunis.

Nasionalisme Islam, merupakan sebuah konsep Kiai Wahab tentang praktik kenegaraan yang dipadukan dan didasarkan dengan motivasi keagamaan.

Nasionalisme Islam yang dikembangkan oleh Kiai Wahab telah mengoreksi paham nasionalisme barat sekuler. Sebab sebagaimana diketahui, nasionalisme selama ini dibenturkan dengan agama akibat trauma masyarakat eropa dengan dominasi greja abad pertengahan. Dengan mendasarkan kebangsaan dari nilai-nilai Islam, Kiai Wahab telah meletakkan dasar bagi konsep nasionalisme religius, dan Islam yang nasionalis.

Nasionalisme Islam Kiai Wahab ini memuat dua makna. Disatu sisi kecintaan pada tanah air dan pembelaannya dari penjajah, pun juga atas kenyataan historis-kultural, bahwa wilayah nusantara secara sosiologis merupakan wilayah Islam  (dar al-islam) sebab didalamnya umat muslim bebas melaksanakan syariah, serta pernah berkuaaanya kerajaan-kerajaan Islam Nusantara dimana hukum islam ditegakkan.

Disisi lain, nasionalisme menempatkan perspektif politik sunni sebagai kekhasan Islam didalam paham nasionalisme. Kekhasan ini merupakan kebutuhan kaum sunni akan pemerintahan yang sah, untuk mengundangkan syariah Islam. Tentu pengundangan ini dilakukan hanya terhadap hukum yang bisa diundangkan  (wadh'ul ahkam fi halati imkaniyyati wadh'ihi). Oleh karena itu, orientasi nasionalisme sunni tidak semata pendirian negara modern demi kebaikan publik dalam sistem demokrasi, melainkan penegakan hukum Islam serta penjagaan kehidupan agama.  Ini terkait dengan tujuan pendirian  negara menurut sunni yang dipahami sebagai penerusan misi kenabian, yakni penegakan syariah dan perwujudan kemaslahatan umat, sebagaimana diisyaratkan oleh al-mawardi. Dalam kerangka ini, fikih menjadi metode utama dari pemikiran dan penentuan sikap politik sunni.

Dalam kerangka NU, Nasionalisme Kiai Wahab menunjukkan bahwa pendirian NU memiliki motivasi gerakan kebangsaan. Ini terlihat dari rentetan pendirian Nahdlatul Wathon yang merupakan gerakan pertama yang menjadi embrio dari Nahdlatul Ulama.

0 komentar: